Ternate, 31 Agustus 2025
Opini - Dalam setiap gejolak sosial, selalu ada pihak yang memilih jalan paling mudah: menjilat. Mereka hanya tahu ikut arus, bersuara untuk menyenangkan penguasa, atau membela satu sisi tanpa peduli fakta. Padahal realitas jauh lebih kompleks. Polisi, rakyat, dan negara sama-sama berada dalam pusaran persoalan yang tidak bisa dijawab dengan keberpihakan buta.
Sebuah rilis masyarakat menyentil keras: “Ini sdh Terlalu, ini pak kapolri jangan tinggal diam, kasiang polisi juga manusia, sampe kapan polisi iko arus terus... bicara bayar pajak polisi juga bayar pajak jadi jangan seakan akan polisi yang disalahkan...”
Kalimat ini lahir dari kegelisahan, namun sayangnya sering dipelintir oleh para penjilat untuk sekadar memoles citra, bukan menggali akar masalah.
1. Polisi Bukan Malaikat, Tapi Juga Bukan Tumbal
Polisi punya keluarga. Mereka manusia, bukan tameng yang bisa dikorbankan seenaknya. Namun faktanya, investigasi menunjukkan institusi kepolisian sering gagal mengurai akar masalah.
Dasar hukum:
Pasal 30 ayat (4) UUD 1945: Polri sebagai alat negara bertugas menjaga keamanan, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
UU No. 2 Tahun 2002 Pasal 13: Tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan.
Artinya, polisi tidak boleh sekadar jadi “penjaga keamanan”, tetapi harus tampil sebagai pelindung keadilan.
2. Rakyat Punya Hak, Tapi Bukan Alibi untuk Merusak
Konstitusi jelas memberi ruang bagi rakyat untuk bersuara. Namun ruang itu ada batasnya.
Dasar hukum:
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: Setiap orang berhak menyampaikan pendapat.
UU No. 9 Tahun 1998 Pasal 6: Dalam menyampaikan pendapat, rakyat wajib menghormati hak orang lain dan menjaga ketertiban umum.
KUHP Pasal 66: Melarang perusakan fasilitas umum.
Maka, demonstrasi yang berujung pada pembakaran justru menyalahi konstitusi yang mereka bela.
3. Negara yang Hadir Setengah Hati
Polanya berulang: Presiden dan Kapolri hadir setelah ada korban. Santunan diberikan, kunjungan dilakukan, tetapi akar masalah tetap dibiarkan.
Dasar hukum:
Pasal 28I ayat (4) UUD 1945: Penegakan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara.
UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 71: Pemerintah wajib menghormati, melindungi, dan menegakkan HAM.
Jika negara hanya hadir setelah korban jatuh, itu berarti negara belum sepenuhnya menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya.
4. Menaklukkan Penjilat
Jurnalisme investigasi ada untuk menolak mentalitas menjilat. Penjilat adalah mereka yang sibuk membela satu pihak tanpa peduli fakta, yang hanya menyenangkan penguasa sambil membiarkan rakyat terus terluka.
Hukum tidak boleh ditafsirkan demi kepentingan kelompok tertentu. Kebenaran hanya bisa ditegakkan bila negara berani menolak penjilatan dan berpihak pada keadilan substantif.
5. Pesan Moral: Mengetuk Hati Presiden dan Kapolri
Presiden dan Kapolri adalah simbol negara, wajah yang dilihat rakyat ketika keadilan goyah. Sudah cukup rakyat hanya menerima kata-kata belasungkawa setiap kali ada korban, atau melihat polisi jadi sasaran tanpa arah.
Kini saatnya langkah bijak diambil:
Presiden harus menunjukkan bahwa keadilan bukan sekadar janji politik, melainkan keputusan nyata yang melindungi semua anak bangsa tanpa kecuali.
Kapolri harus memastikan bahwa polisi tidak lagi sekadar “ikut arus”, tetapi hadir sebagai pengayom yang melindungi rakyat dari kekerasan, baik dari massa maupun dari negara itu sendiri.
Presiden dan Kapolri perlu ingat: rakyat bukan angka, polisi bukan tameng, negara bukan panggung pencitraan. Yang mereka semua butuhkan adalah keadilan yang menyatukan, bukan kekerasan yang memisahkan.
Kesimpulan
Konflik rakyat dan aparat tidak bisa dijawab dengan penjilatan atau keberpihakan buta. Undang-undang sudah jelas menuntut tanggung jawab bersama:
Polisi wajib melindungi rakyat (UU No. 2/2002).
Rakyat wajib menjaga ketertiban (UU No. 9/1998).
Negara wajib menegakkan HAM (UU No. 39/1999).
Kini bola ada di tangan Presiden dan Kapolri. Jika mereka memilih diam atau hanya mendengar suara penjilat, api kerusuhan akan terus menyala. Tetapi jika mereka berani mengambil langkah bijak dan adil, maka kepercayaan rakyat pada negara bisa dipulihkan.
Redaksi : Fahdi
0 Comments