Ternate, 31 Agustus 2025
Halmahera Tengah-Beberapa hari yang lalu pernyataan yang dikeluarkan oleh Forum Mahasiswa Pascasarjana (Formapas) Maluku Utara terkait dengan keberadaan PT Smart Marsindo menimbulkan perdebatan serius di Tengah publik. Pada awalnya, Formapas tampil dan bersuara lantang serta kritis yang berani menyuarakan dugaan praktek kotor dalam tata Kelola sumber daya alam. Formapas menuduh PT Smart Marsindo terlibat pada praktek ilegal mining dan bahkan mengaitkan nama perusahan tersebut dengan dugaan kasus suap izin usaha pertambangan. Tuduhan itu bukan tanpa sadar, melainkan berdasarkan pada fakta dan realitas yang terjadi saat ini. Selain itu, Formapas menegaskan bahwa perusahan tersebut gagal memenuhi kewajiban administrasi, seperti memberikan jaminan reklamasi pasca tambang, serta belum sepenuhnya Clean and Clear. Kritik itu mungkin saja diperkuat dengan sorotan terhadap kerusakan ekologis di pulau gebe, di mana PT Smart Marsindo ya ng di tuduh sebagai salah satu actor utama penghancuran lingkungan di pulau gebe. Dengan Bahasa yang tajam, formapas mengeluarkan peryataan awal seakan menegaskan bahwa perusahan ini berdiri diatas fondasi yang kotor, dalam hal korupsi, serta kelalaian pihak perusahan atas rusaknya lingkungan yang tidak bisa ditoleransi.
Namun tidak berselang lama, public justru dikejutkan oleh pertayaan kedua Formapas. Kali ini, nada yang digunakan berubah drastis dan tidak bergairah. Menurut Formapas PT Smart Marsindo telah sah secara hukum dan berstatus Clean and Clear, serta memiliki legalitas penuh untuk beroperasi bahkan dalam narasi tersebut tiba-tiba muncul pengakuan bahwa perusahan tersebut sudah menjalankan tanggungjawab sosial melalui berbagai program CSR, seperti penyediaan bus sekolah dan bantuan transportasi laut bagi warga pulau gebe. Nada keras yang sebelumnya mengkritik perusahan itu sebagai perusak lingkungan kini berubah wajah menjadi nada yang cenderung menyutujui bahkan terkesan apresiasi atas kehadiran perusahan PT Smart Marsindo.
Kontradiksi dari dua peryataan ini memunculkan pertanyaan besar dalam benak saya secara pribadi, mungkin juga dari benak dan pikiran mahasiswa Maluku Utara. Apa sebenarnya yang terjadi dengan eksistensi Formapas, dari sudut pandang penulis, formapas tidak konsisten dan tidak peka terhadap apa yang telah disampaikan pada beberapa hari kemarin. Selain itu juga menimbulkan keraguan terhadap kehadiran dan integritas organisasi Mahasiswa Pascasarjana tersebut. Bagaimana mungkin dalam waktu dekat dan singkat, formapas mengeluarkan peryataan berani dan bertolak belakang dengan peryataan pertama. Hal ini muncul kecurigaan dan berbagai macam pertanyaan bahkan spekulasi pada isi kepala penulis, apakah ada kompromi tertentu dan misi kepentingan yang terselubung.
Formapas seharusnya menjaga marmah dan perahu intelektual sebagai forum akademik yang berpegang teguh pada prinsip sebagai organisasi yang terkesan tidak hadir begitu saja. Bukan hadir justru memperlihatkan kelemahan dalam menjaga garis perjuangan, tuduhan suap dan illegal mining yang dilontarkan pada peryataan awal Adalah isu paling serius, karena menyangkut integritas hukum dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di pulau gebe. Tuduhan itu tidak serta-merta dinetralisasi hanya dengan menyebut status legalitas perusahan sebagai Clean and Clear.
Bagi saya peryataan kedua terkesan hanya mengulang klaim legalitas formal perusahan tanpa mengkritisi apakah status Clear and Clear itu betul-betul mencerminkan kepatuhan perusahan di lapangan. Karena dalam realitasnya, banyak perusahan tambang khususnya di Halmahera Tengah yang secara kasat mata masih mengabaikan terhadap kewajiban lingkungan dan sosial. Olehnya itu, jika formapas hanya berhenti pada pengakuan formal itu, sama saja mereka memberi ruang pada perusahan yang tidak terlalu memperdulikan hal-hal yang terus terjadi dan program CSR dijadikan tameng untuk menutupi kerusakan ekologis yang lebih besar.
Perubahan sikap ini menunjukkan lemahnya kepekahan dan keberanian Formapas. Pada awalnya, kritik mereka mengandung energi besar dan gelombang besar, bahkan menjadi diskusi hangat dikalangan Mahasiswa Maluku Uatara. Karena formapas mampu menggiring opini publik dan membongkar kejahatan perusahan PT Smart Marsindo, sehingga membuat telinga pihak terkait tertekan atas peryataan tersebut. Namun dengan munculnya pernyataan kedua, kritik itu seolah padam begitu saja. Untuk itulah saya bisa mengeluarkan bahasa bahwa formapas gagal menjaga keberlanjutan hak-hak rakyat dan kerusakan lingkungan atas apa yang dilakukan perusahan tersebut. Sehingga pesan moral yang ingin mereka bawah justru kehilangan arah dan jatuh ke jurang kemudian tersesat narasi perlawanan mereka. Saya menilai, hal ini bisa dipahami sebagai bentuk ketidaktegasan dan penghianatan intelektual.
Padahal yang terjadi dalam proses penerbitan izinnya disebut-sebut tidak transparan, bahkan ada indikasi dipercepat dengan jalan pintas. Justru kejanggalan ini menimbulkan dugaan adanya permainan di balik meja yang melibatkan oknum pejabat daerah maupun pusat. Dugaan Suap dan Jaringan Kepentingan ini saya menduga bahwa PT Smart Marsindo masuk ke Halmahera Tengah bukan sekadar lewat prosedur normal, melainkan dengan melumasi jalur perizinan menggunakan uang. Mungkin juga ada indikasi keterlibatan pejabat pemerintah daerah yang menutup mata demi kepentingan pribadinya.
Jika hal ini terus disembunyikan, maka kerusakan lingkungan yang mengancam Kehidupan masyarakat lingkar tambang akan terus mengalami nasib pahitnya. Hal ini terjadi karena dapat di kelola secara serampangan dan selalu meninggalkan jejak kerusakan di Halmahera Tengah, sebut saja sungai-sungai mulai tercemar oleh limbah tambang. Hutan yang sebelumnya menjadi benteng kehidupan perlahan hilang, serta habitat flora dan fauna terancam punah. Kerusakan ini bukan hanya merusak alam, tapi juga menggerus identitas budaya dan kearifan lokal masyarakat yang bergantung pada hutan dan sungai. Lain sisi wajah gelap PT Smart Marsindo juga terlihat pada cara mereka mengabaikan masyarakat sekitar. Warga tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, janji-janji soal lapangan kerja dan kesejahteraan lebih banyak jadi omong kosong, yang masyarakat alami justru konflik internal, dan bahkan potensi kriminalisasi terhadap aktivis yang menentang.
Redaksi : Alfaris
Penulis : Sahwi Agil Mahasiswa Antropologi Sosial Universitas Khairun
0 Comments