Random Posts

ISMEI Wilayah XI : Menolak Investasi 114,1 Triliun Di Halmahera Timur Serta Tambang Nikel Di Raja Ampat

Hampir semua kehadiran Hilirisasi Tambang di Indonesia adalah bentuk perusakan lingkungan dari Hulu ke Hilir demi kepentingan para "Pemilik Modal" saat ini untuk keuntungan mereka. Sejak masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo awal periode telah "Gencar" Propaganda media soal "Hilirisasi Sumber Daya Alam" di Indonesia.

Bahkan 2 tahun periode Beliau selalu menjadi titik sentral program yang sangat "Viral" Ini di sebut PSN (Program Strategis Nasional). Tak heran "Lantunan" ucapan pejabat soal program ini memiliki dampak besar terhadap ekonomi negara, "Bukan Daerah". Lihat saja saat ini, hasil program ini yang "Paling Khusus" di Wilayah Indonesia Timur. Namun kemiskinan hingga pembangunan infrastruktur di wilayah "Indonesia Timur" masih "Gelap".

Maka dari pada itu, Galang Agustira K. Halang, sebagai koordinator Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Wilayah XI (Maluku-Papua) Periode 2025-2027 dengan tegas "Menolak" Investasi 114,1 Triliun di Halmahera Timur serta Tambang Nikel di Raja Ampat. "Karena problem ini telah merusak lingkungan tanpa ada program "Keberlanjutan" untuk persiapan ekonomi daerah di masa depan.

Secara " The Facto" segala bentuk program negara telah merusak wilayah Indonesia Timur dan tak ada keberpihakan masyarakat saat ini. Contoh saja saat ini, "Perusakan Hutan" di Halmahera Timur yang menjadi "Titik Sentral" pembuatan "Baterei" Kendaraan", mulai dari motor hingga mobil untuk kepentingan investor. Belum saja masuk "Investasi 114,1 Triliun di Halmahera Timur, Maluku Utara sudah merusak "Sendi-Sendi" kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, sosial dan budaya.

Sehingga ada "Instruksi" Kapolda Maluku Utara yang seakan-akan menjadi "Kepada Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Maluku Utara" dengan "Meminta Masyarakat Lokal Mempersiapkan Diri Dalam Menjemput Investasi yang Datang". Sedangkan 11 Masyarakat Adat Mana Sangaji yang saat ini di tahan dengan membela tanah adat mereka. Informasi saat ini, dari Teman-teman Halmahera Timur, bahwa air mereka telah tercemar, dan berwarna keruh atau coklat hasil dari kegiatan pertambangan. 

Bukan saja itu, Wilayah Pariwisata yang telah di akui UNESCO sebagai "Global Geopark", kini telah menjadi tempat "Tambang Nikel". Tempat tersebut ialah "Raja Ampat". Padahal tempat ini terdiri dari 610 pulau dan merupakan rumah bagi 75% spesies laut dunia, termasuk 540 jenis karang dan lebih dari 1.500.000 spesies ikan.

Sambung galang, hal ini telah di atur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil itu hanya di peruntukan untuk pemanfaatan pariwisata, konservasi, budibaya laut, dan penelitian. Akan tetapi pemerintah Pusat, Provinsi, hingga daerah tidak melaksanakan peraturan tersebut. Ini berarti, secara tidak langsung melanggar hukum di Negara Kesatuan Republik ini.

Dan informasi tambang nikel ini telah menjadi topik pembicaraan semua orang dan telah mempublis masalah ini. Dengan itu, seorang "Pahlawan Kesiangan" Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa "Akan Memberhentikan Sementara". Ini kan "Keliru", sebab Pulau Raja Ampat itu, tempat wisata yang mendunia, kalau pemberhentian sementara berarti atas izin dia sebagai Menteri ESDM tidak berfikir bahwa memang tambang itu merusak lingkungan. Sebab tambang nikel itu beroperasi pastinya atas telah di ketahuinya.

Sebab, harus di berhentikan dan cabut izin pertambangan, bukan malah memberhentikan sementara. Laut Raja Ampat telah tercemar, dan mungkin saja, keindahan itu telah hilang. Padahal hasil Pendapat Asli Daerah (PAD) dari Pariwisata Raja Ampat sekitar 150 Miliar pertahun. Ini berarti kontribusi besar atas pendapatan baerah sangat besar. Apalagi setiap kunjungan pertahun sekitar 30.000 ribu juta wisatawan yang hadir, 70% dari mancanegara.

Dengan tegas, saya Koordinator ISMEI Wilayah XI (Maluku-Papua), mendesak segera berhentikan dan tidak ada lagi aktivitas pertambangan nikel di wilayah pariwisata Raja Ampat itu.

Post a Comment

0 Comments