IKLAN KIERAHA NEWS

IKLAN KIERAHA NEWS

Demokrasi Terciderai: Pernyataan Hukum Formateur Ketum Kohati Cabang Ternate atas Kekerasan Aparat terhadap Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Badko Maluku Utara

Ternate - 2 September 2025
Siti Sakinah Kasturian Formateur Ketum Kohati Cabang Ternate

Kohati Cabang Ternate dengan ini menyatakan sikap hukum atas insiden pemukulan yang menimpa Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Badko Maluku Utara dalam aksi demonstrasi. Peristiwa tersebut tidak hanya mencerminkan pelanggaran terhadap martabat perempuan, tetapi juga merupakan indikasi pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum (rechsstaat) dan asas demokrasi konstitusional sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.

Hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Norma ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menegaskan kewajiban aparat kepolisian untuk memberikan perlindungan dan memastikan terselenggaranya penyampaian pendapat secara aman dan tertib. Dengan demikian, tindakan represif berupa pemukulan terhadap peserta aksi tidak hanya menyalahi mandat undang-undang, tetapi juga dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP.

Tindakan pemukulan terhadap massa aksi secara nyata bertentangan dengan fungsi pengayoman yang melekat pada institusi kepolisian. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, salah satu tugas pokok Polri adalah memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Konsep pengayoman menempatkan kepolisian sebagai institusi yang hadir untuk melindungi hak-hak warga negara, termasuk hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Namun, ketika aparat melakukan pemukulan terhadap peserta aksi, fungsi pengayoman itu berubah menjadi tindakan represif yang mencederai nilai-nilai demokrasi. Selain melanggar hukum positif, tindakan semacam ini juga mengingkari prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang semestinya dijunjung tinggi dalam pelaksanaan tugas kepolisian. Dengan demikian, pemukulan massa aksi tidak hanya bertentangan dengan semangat pengayoman, tetapi juga menodai amanat konstitusi dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

Lebih jauh, praktik kekerasan yang dilakukan aparat negara bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 23 dan Pasal 25 yang menjamin kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menyatakan aspirasi tanpa intimidasi. Selain itu, tindakan tersebut tidak sejalan dengan kewajiban Indonesia sebagai pihak dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, yang menjamin hak atas kebebasan berekspresi serta perlindungan dari kekerasan negara.
Sebagai organisasi perempuan di bawah Himpunan Mahasiswa Islam, Kohati Cabang Ternate menegaskan bahwa tindak kekerasan terhadap Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Badko Maluku Utara merupakan bentuk pelecehan terhadap eksistensi perempuan di ruang publik dan serangan terhadap substansi demokrasi itu sendiri. Insiden ini menandakan adanya ancaman sistematis terhadap hak sipil dan politik mahasiswa sebagai warga negara.

Dengan demikian, Kohati Cabang Ternate menuntut pertanggungjawaban hukum atas peristiwa ini. Negara tidak boleh lalai dalam menegakkan prinsip rule of law, karena setiap bentuk kekerasan yang dilakukan aparat terhadap mahasiswa adalah bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi.

### Tuntutan Kohati Cabang Ternate

1. Mengecam keras segala bentuk kekerasan aparat kepolisian terhadap massa aksi, khususnya kader perempuan HMI, sebagai pelanggaran konstitusi, undang-undang, dan instrumen HAM.
2. Mendesak Kapolda Maluku Utara untuk mengusut tuntas insiden pemukulan dan memberikan sanksi hukum maupun disiplin terhadap oknum aparat pelaku kekerasan.
3. Menuntut pencopotan Kapolres Halsel sebagai bentuk command responsibility atas insiden pemukulan terhadap Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Badko Maluku Utara.
4. Meminta jaminan perlindungan hukum bagi Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Badko Maluku Utara serta seluruh massa aksi yang terlibat, sesuai prinsip due process of law.
5. Menegaskan agar aparat kepolisian melaksanakan fungsi pengamanan aksi dengan pendekatan persuasif dan humanis, sebagaimana diamanatkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
6. Menyatakan bahwa tindakan represif aparat merupakan bentuk nyata pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan degradasi nilai-nilai demokrasi.
Kekerasan yang menimpa Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI Badko Maluku Utara adalah precedent buruk bagi tegaknya demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. Namun, hal ini tidak akan membungkam perjuangan perempuan. Sebaliknya, luka tersebut menjadi energi perlawanan untuk menegakkan keadilan. Sebab, dalam kerangka negara hukum, tidak ada satu pun kekuasaan represif yang berhak melampaui konstitusi, hukum, dan kedaulatan rakyat.

Redaksi : Dzoel
Penulis : Siti Sakinah Kasturian Formateur Ketum Kohati Cabang Ternate

Post a Comment

0 Comments